Wednesday, 9 November 2016

proposal skripsi "Penyiasatan Struktur"

ANALISIS BENTUK-BENTUK PENYIASATAN STRUKTUR
DALAM PUISI- PUISI PUBLIKASI HARIAN SERAMBI INDONESIA 2016



Proposal Skripsi
diajukan sebagai bahan seminar proposal
pada Prodi PBSI FKIP Unsyiah




oleh

Mella Yunati
1306102010049





 












JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KULA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2016


ANALISIS BENTUK-BENTUK PENYIASATAN STRUKTUR
DALAM PUISI- PUISI PUBLIKASI HARIAN SERAMBI INDONESIA 2016


1. Latar Belakang Masalah
Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta. Kata sas berarti mengarahkan, mengajar, dan memberi petunjuk. Kata tra biasanya menunjukkan alat atau sarana. Maka sastra dapat berarti alat untuk mengajar atau buku petunjuk (Teeuw, 2003:20). Sastra merupakan bahasa khas yang digunakan penyair dalam karyanya untuk menyampaikan pikirannya dengan cara yang tidak biasa (Teeuw, 2003:59).
Penggunaan bahasa khas dalam karya sastra diakibatkan oleh beberapa hal, sebagai berikut: 1) karya sastra mementingkan unsur keindahan, 2) karya sastra adalah curahan emosi, bukan intelektual, 3) karya sastra menggunakan cara-cara tidak langsung dalam menyampaikan pesan, seperti: refleksi, refraksi, proyeksi, manifestasi, dan representasi. Penyampaian pesan secara tidak langsung tersebut dilakukan oleh penulis untuk memperoleh nilai estetis. Suatu objek atau bentuk dikatakan indah jika objek atau bentuk tersebut mampu menyentuh hati, membangkitkan rasa, mampu menggetarkan dan memberikan rasa puas terhadap pembacanya sehingga mampu membuat pembaca menikmati setiap kata yang terdapat dalam puisi tersebut. Dalam membaca karya sastra, khususnya puisi, diperlukan konsentrasi tinggi serta pemahaman yang baik dalam menangkap setiap makna yang tersirat maupun tersurat melalui  penyiasatan struktur dalam karya tersebut.
Penyiasatan struktur merupakan salah satu teknik mensiasati makna sebuah karya yang mampu memberikan kesan kepada pembacanya dengan menekankan suatu hal yang ingin disampaikan dengan cara yang tidak biasa. Cara tersebut akan menghasilkan stile baru. Penyiasatan struktur berasal dari unsur retorika. Dalam perkembangannya, unsur retorika berasal dari stilistika puisi. Stilistika puisi terbagi kedalam beberapa bagian, yaitu: bunyi, irama, kata, kosa kata, pemilihan kata, denotasi dan konotasi, bahasa kiasan, citraan, gaya bahasa dan unsur retorika (dalam Purba, 2009:50).
Analisis stilistika puisi berfungsi untuk mengkaji berbagai bentuk dan tanda-tanda linguistik yang dipergunakan seperti terlihat dalam struktur lahir. Dengan cara ini akan diperoleh bukti-bukti konkret tentang stile sebuah karya. Metode atau teknik analisis akan menjadi penting karena dapat memberikan informasi tentang karakteristik khusus sebuah teks sastra. Tanda-tanda stilistika itu sendiri dapat berupa:1) fonologi, meliputi pola ucapan, irama, efek bunyi dan irama; 2) sintaksis,  meliputi pemendekan, pembalikkan, pengulangan, dan penghilangan unsur-unsur; 3) leksikal, meliputi diksi; 4) retorika, meliputi permajasan (bahasa figuratif), penyiasatan struktur dan pencitraan (dalam Nurgiyantoro, 2013:374).
Puisi dalam harian Serambi Indonesia memiliki beberapa keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan puisi pada media cetak lainnya karena puisi yang dipublikasikan selalu memiliki tema setiap minggunya, penulis berasal dari dalam dan luar Aceh, serta ketajaman pena penulis dapat di update setiap minggunya.
Berkaitan dengan uraian di atas, peneliti tertarik mengkaji puisi-puisi publikasi harian Serambi Indonesia 2016 melalui bentuk-bentuk retorika. Adapun bentuk-bentuk retorika meliputi pemajasan, penyiasatan struktur dan pencitraan. Akan tetapi, peneliti hanya meneliti penyiasatan struktur karena beberapa alasan. Pertama, penulis belum menemukan penelitian terkait penyiasatan struktur puisi di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala (PBSI FKIP Unsyiah). Kedua, hanya pada puisi terdapat struktur yang dapat disiasati sebagai kekuatan dalam karya sastra sebagai hasil seleksi, manipulasi, kombinasi, adaptasi. Ketiga, setiap penulis memiliki seni retorika tersendiri yang unik yang menimbulkan kesan yang mendalam kepada pembaca maupun pendengar.
Penelitian yang menganalisis tentang penyiasatan struktur dalam puisi belum pernah ada sebelumnya. Namun, penelitian tentang retorika sebelumnya pernah diteliti oleh Yulia Laila Insani (2014) dengan judul “Penggunaan Retorika pada Khotbah Jumat di Masjid Baiturrahman Banda Aceh”, Ulfia Fadhillah (2015) dengan judul “Analisis Retorika Tekstual dalam Novel Burung Terbang di Kelam Malam Karya Arafat Nur”. Oleh sebab itu, penulis menganggap penelitian dengan judul “Analisis Penyiasatan Struktur dalam Puisi Publikasi Harian Serambi Indonesia 2016”  ini sangat layak untuk diteliti.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana bentuk-bentuk penyiasatan struktur dalam puisi publikasi harian Serambi Indonesia 2016?

3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, yang menjadi tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk penyiasatan struktur dalam puisi-
puisi publikasi harian Serambi Indonesia 2016

4. Manfaat Penelitian                                                                                 
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya, baik secara teoritis maupun praktis. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut, seperti (a) menambah pengetahuan tentang stilistika, khususnya mengenai  penyiasatan struktur,  (b) memperkaya penggunaan teori-teori sastra secara teknik analisis terhadap karya sastra, (c)   menambah minat baca dalam  mengapresiasikan karya sastra, (d) menambah pemahaman terkait kajian stilistika dalam memahami penyiasatan struktur, (e)  memperkaya wawasan sastra dan menambah khasanah penelitian sastra Indonesia sehingga bermanfaat bagi perkembangan sastra Indonesia
5. Kajian Teoretis
5.1 Stilistika

            Secara harfiah, stilistika berasal dari bahasa Inggris: stylistic, yang berarti study mengenai style ‘gaya bahasa’. Adapun secara istilah, menurut Abrams (dalam Satoto, 2012:36) stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam sastra. Secara umum, stilistika adalah proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra yang digunakan sastrawan sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan terhadap bahasa dalam rangka menuangkan gagasannya (subject matter). Dengan melakukan analisis bahasa dalam karya sastra maka akan mengungkapkan aspek kebahasaan dalam sebuah karya yang menjadikan bahasa atau gaya bahasa tersebut sebagai senjata utama yang membedakan antara satu penulis dengan penulis lainnya. Walaupun dalam penggunaan bahasa tersebut terdapat penyimpangan yang menonjolkan gaya bahasa yang tidak dapat dipisahkan dari penulis. Namun, dalam analisis tersebut yang dilakukan adalah untuk mengetahui mengapa gaya bahasa tersebut digunakan oleh penulis (Ratna, 2009:149).
Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro, 2002:279) menyatakan bahwa ada dua kemungkinan untuk mengkaji stilistika sastra. Pertama, penelitian stilistika dilakukan dengan menganalisis sistem linguistik karya sastra dan dilanjutkan dengan menginterpretasi ciri-cirinya. Kedua, penelitian stilistika dilakukan dengan mengamati variasi dan distorsi terhadap pemakaian bahasa yang normal dan menemukan tujuan estetisnya.  Kajian stilistika dipertimbangkan dalam tiga hal: pertama, menjelaskan gaya bahasa dalam kaitannya dengan hakikat bahasa sebagai majas. Kedua, menjelaskan gaya bahasa sebagai ilmu yang meliputi ketiga genre, yaitu: prosa, puisi dan drama. Ketiga menjelaskan stilistika sebagai jembatan antara puitika bahasa dan sastra.
5.2 Retorika
Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik (Keraf, 2005:1). Retorika adalah ungkapan yang mempunyai efek retoris yang dimanfaatkan oleh penyair untuk memberikan kesan lebih pada sajaknya, memberikan penegasan atau penekanan terhadap sesuatu yang diungkapkan dan untuk menarik perhatian pembaca atau pendengar (Atmazaki, 2001:61). Pada hakikatnya, para penyair menggunakan kata secara berulang dengan mencari sinonimnya atau menggunakan kata yang melebihi konsep yang ingin diungkapkan.  Dalam retorika, terdapat dua aspek yang harus diperhatikan, yaitu pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa yang baik, dan kedua pengetahuan mengenai objek tertentu yang akan disampaikan dengan bahasa itu.
Menurut sejarahnya, retorika berkembang pada abad V sebelum masehi (Keraf, 2005:2). Pada halaman yang sama Keraf juga menjelaskan bahwa retorika adalah telaah studi tentang oratori atau seni berpidato karena suatu informasi yang ingin disampaikan tidak dapat dipublikasi dengan tulisan terkait tidak tersedia mesin percetakan. Dengan artian bahwa fokus kajian retorika adalah berbicara.
Berbicara adalah menyampaikan sesuatu hal kepada orang lain demi kepentingan tertentu, contohnya memberi informasi. Namun seiring berjalannya waktu ditemukan mesin cetak dan mesin uap, maka retorika sebagai seni berpidato mulai digantikan dengan seni bahasa tertulis. Retorika sangat erat kaitannya dengan pendayagunaan semua unsur bahasa, baik yang menyangkut masalah pilihan kata, kata ungkapan, struktur kalimat, penyusunan dan penggunaan bahasa kias, pemanfaatan bentuk citraan dan lain-lain yang semuanya disesuaikan dengan situasi dan tujuan penuturan (Purba, 2009:22). Adanya unsur kekhasan, ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan imajinasi dan kreativitas pengarang dalam mensiasati gagasan bahasa yang akan menentukan keefektifan wacana.
Retorika juga merupakan suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis. Ia diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa yaitu bagaimana pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya (Nurgiyantoro, 2002:295). Pengungkapan bahasa dalam sastra, seperti yang telah dibicarakan diatas mencerminkan sikap dan perasaan pengarang, namun juga memengaruhi sikap dan perasaan pembaca yang tercermin dalam nada. Untuk itu bentuk pengungkapan bahasa haruslah efektif, yaitu mampu mendukung gagasan secara tepat sekaligus mengandung sifat estetis sebagai sebuah karya seni.
Retorika bertujuan menerangkan kaidah-kaidah yang menjadi landasan dari tulisan yang bersifat prosa atau wacana lisan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan orang lain.
5.3 Bentuk-bentuk Retorika
Unsur retorika terbagi dalam tiga bagian, yaitu  (1) pemajasan, (2) penyiasatan struktur, dan (3) pencitraan (Nurgiyantoro, 2013:396). Penelitian ini hanya membahas penyiasatan struktur, tetapi ketiga bentuk unsur retorika tersebut akan disajikan untuk memberikan gambaran tentang retorika. Berikut akan dibahas ketiga bentuk uraian retorika tersebut.
5.3.1 Pemajasan
Pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayaan bahasa yang maknanya tidak merujuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna tersirat (Purba, 2009:23).  Nurgiyantoro (2013:398) juga mengatakan bahwa pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan makna yang tersirat. Keraf (dalam Purba, 2009:24) membedakan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna kedalam dua kelompok, yaitu gaya retoris dan kiasan.
Gaya retoris adalah gaya bahasa yang maknanya harus diartikan menurut nilai lahirnya.  Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa yang mengandung unsur kelangsungan makna. Sebaliknya gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan dengan makna kata-kata yang membentuknya. Pemilihan dan penggunaan majas bisa saja berhubungan dengan selera, kebiasaan, kebutuhan dan kreativitas pengarang. Bentuk-bentuk permajasan yang paling banyak digunakan adalah perbandingan.
Majas perbandingan adalah majas yang membandingkan suatu hal dengan hal yang lain melalui kesamaan ciri, seperti ciri sifat, sikap, keadaan, suasana, tingkah laku, dan sebaginya (Nurgiyantoro, 2002:298). Bentuk perbandingan tersebut dilihat dari sifat kelangsungan pembandingan persamaannya dapat dibedakan ke dalam bentuk simile, metafora dan personifikasi (Nurgiyantoro, 2013:400).  Berikut uraian bentuk tersebut.
5.3.1.1Simile
Simile adalah perbandingan langsung dan eksplisit, dengan menggunakan penanda seperti, seperti, bagai, bagaikan, sebagai, laksana, mirip, dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2013:400). Maksud perbandingan eksplisit adalah smile langsung menyatakan sesuatu dengan hal yang lain. Berikut contoh majas smile (dalam Nurgiyantoro, 2013:400).
a)      Di hadapan mereka Dukuh paruk kelihatan remang seperti seekor kerbau besar sedang lelap.
b)      Langkahnya amat lamban, mirip langkah-langkah seorang kakek pikun.


5.3.1.2 Metafora
Metafora berasal dari kata metaphora (Yunani) yang berari mentransfer, mengalihkan, memindahkan, membawa dari satu tempat ke tempat yang lain. Kata Metaphora juga dapat di telusuri akar katanya yang terdiri atas meta dan pherein. Meta berarti di samping, sesudah, mengatasi, dan melalui, sedangkan pherein berarti mengandung, menikul, dan memuat (dalam Ratna 2007:253). Metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat tidak langsung dan implisit (Nurgiyantoro, 2013:400-401). Sesuatu yang dibandingkan itu dapat berupa ciri-ciri fisik, sifat, keadaan aktivitas, atau sesuatu yang lain yang kesemuanya harus ditemukan untuk dapat memahami makna yang ditunjuk. Berikut contoh metafora (dalam Keraf, 2005:139).
a)      Pemuda itu seperti bunga bangsa.
b)      Orang itu seperti buaya darat.

5.3.1.3 Personifikasi
Personifikasi atau proposopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati atau barang-barang tak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan (Keraf, 2005:140). Nurgiyantoro (2002:299) juga menjelaskan bahwa personifikasi merupakan gaya bahasa yang memberi sifat-sifat benda mati dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, sehingga dalam personifikasi terdapat persamaan sifat antara benda mati dengan sifat-sifat manusia. Berikut contoh personifikasi (dalam Keraf, 2005:140).
a)      matahari baru saja kembali ke peraduannya, ketika kami tiba di sana.
b)      angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami



5.3.2 Penyiasatan Struktur
Penyiasatan struktur merupakan salah satu teknik untuk mendapatkan efek estetis yang mampu memberikan kesan lain (Nurgiyantoro, 2002:301). Pembicaraan tentang struktur sebagai bagian retorika ini lebih menunjukkan kepada struktur kalimat yang menonjol, struktur yang merupakan suatu bentuk penyimpangan, namun sengaja disusun sedemikian rupa untuk memperoleh efek tertentu tersebut. Berbicara tentang struktur, sama halnya seperti pemajasan yang dipandang orang sebagai salah satu bentuk stile.
Penyiasatan strukturpun mampu menghasilkan stile yang lain, seperti: menekankan pengungkapan melalui penyiasatan makna serta penyiasatan struktur. Dalam kaitan dengan tujuan mencapai efek retoris sebuah pengungkapan, peranan penyiasatan struktur (rhetorical figures atau figure of speech) lebih menonjol bila dibandingkan dengan pemajasan. Namun, keduannya masih dapat digabungkan.
Pemajasan disampaikan melalui struktur yang bervariasi, struktur yang disiasati, dikreasikan, atau dibuat beda sehingga lebih segar dan mengesankan (dalam Nurgiyantoro, 2013:406). Sebaliknya, bangunan struktur kalimat pun dapat dilakukan untuk menekankan penyampaian pesan, baik yang bersifat langsung maupun kiasan. Dengan demikian, sebuah kalimat penuturan dapat saja mengandung stile pemajasan sekaligus penyiasatan struktur. Gaya penuturan yang demikian biasanya dapat lebih memberikan kesan retoris sekaligus kaya dengan asosiasi makna.
Ada sepuluh gaya bahasa yang terlahir dari penyiasatan struktur, seperti repetisi,  paralelisme, anafora, polisindeton, asindeton, antitesis, aliterasi, klimaks, antiklimaks, dan pertanyataan retoris (Nurgiyantoro, 2013:406). Berikut ini uraian kesepuluh bentuk tersebut.
5.3.2.1  Repetisi
Repetisi adalah gaya bahasa pengulangan. Unsur yang diulang dapat berbentuk kata, frasa atau kalimat, baris atau bait (Atmazaki, 2001:61). Berikut contoh repetisi (dalam Atmazaki, 2001:61).
                        HAMPA
                                    Kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Tak kuasa melepas renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
(Anwar, 1986:24)

5.3.2.2 Paralelisme
Paralelisme adalah ungkapan yang berulang secara sejajar (Atmazaki, 2001:68). Berikut contoh paralelisme (dalam Atmazaki, 2001:68).

                        HILANG (KETEMU)

batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
…………………………
(Bachri, 1981:42)




5.3.2.3 Anafora
Anafora adalah perulangan kata pertama pada setiap baris (Damayanti, 2013:46). Berikut contoh anafora (dalam Damayanti, 2013:46).

Kucari kau dalam toko-toko
Kucari kau karena cemas karena sayang
Kucari kau karena sayang karena bimban
5.3.2.4  Polisindeton
Polisendeton adalah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau sebuah konstruksi yang mengandung kata-kata sejajar dan dihubungkan dengan kata-kata penghubung (Damayanti, 2013:60). Berikut contoh polisindeton (dalam Damayanti, 2013:60).
Apakah akan kita jumpai wajah-wajah bengis
atau tulang belulang, atau sia-sia saja jasad mereka disini?
(Dukamu Abadi, Sapardi Djoko Damono)

5.3.2.5 Asindeton
Asindeton adalah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau suatu konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar, tetapi tidak dihubungkan degan kata-kata penghubung (Damayanti, 2013:59). Berikut contoh polisindeton (dalam Damayanti, 2013:59).

Sekarang harus masih setia
Mendengar suara, apa pun juga,
Sampai tuli; masih harus memandang
Beribu warna, sampai buta; masih harus
Menjumlah serta mengurangi sederet panjang angka-angka
(Dukamu Abadi, Sapardi Djoko Darmono)





5.3.2.6 Antitesis
Antitesis adalah kata yang mengandung ciri semantik pada pengungkapan gagasan yang bertentangan dalam susunan yang sejajar (dalam Tarigan, 1985:128). Berikut contoh antitesis (dalam Tarigan, 1985:128).
Justru kecantikan gadis itulah yang membuatnya sengsara, bukan   
senang.

5.3.2.7 Aliterasi
Aliterasi adalah gaya bahasa perulangan konsonan yang sama (Keraf, 2005:130). Berikut contoh aliterasi (dalam Keraf, 2005:130).
Takut titik lalu tumpah
Keras-keras kerak kena air lembut juga

5.3.2.8 Klimaks
Klimaks adalah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengadung penekanan atau makin meningkat kepentingannya dari gagasan atau ungkapan sebelumnya (Damayanti, 2013:50). Berikut contoh klimaks (dalam Damayanti, 2013:50).
Sekarang masih harus setia
Mendengar suara, apapun juga,
Sampai tuli; masih harus memandang
Beribu warna, sampai buta; masih harus
Menjumlah serta mengurangi sederet panjang angka-angka
(Dukamu Abadi, Sapardi Djoko Darmono)

5.3.2.9  Antiklimaks
Antiklimaks adalah suatu pernyataan yang berisi gagasan-gagasan yang disusun dengan urutan dari yang penting hingga yang kurang penting (Damayanti, 2013:47). Berikut contoh antiklimaks (dalam Damayanti, 2013:47).
Bahasa Indonesia diajarkan kepada mahasiswa, siswa, SLTA, SLTP, dan SD.

5.3.2.10 Pertanyataan Retoris
Pertanyaan retoris adalah pertanyaan yang tak perlu dijawab atau tidak meminta
jawaban secara langsung karena semua orang sudah tau jawabannya, atau
pertanyaan yang dijawab oleh penanya sendiri (Atmazaki, 2001:64). Berikut contoh pertanyaan retoris (dalam Atmazaki, 2001:64).
……….
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat
Apakah artinya renda-renda kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
Apakah artinya berfikir
bila terpisah dari masalah kehidupan
Kepadamu aku bertanya.
(Rendra dalam Teew, 1983:118)

5.3.3 Pencitraan
Pencitraan merupakan kumpulan citra (gambaran pengalaman indra) dipergunakan untuk mengkonkretkan penggunaan gagasan yang sebenarnya abstrak melalui ungkapan yang mudah membangkitkan imajinasi (Purba, 2009:29). Pencitraan dibagi menjadi lima, yaitu: citraan penglihatan (visual), pendengaran (auditoris), gerakan (kinestetik), rabaan (taktil terminal), dan penciuman (plfaktori). Analisis pencitraan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mirip dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada gaya permajasan.
6. Metode Penelitian
6.1  Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Semi (1993:23) mengatakan penelitian sastra sebagai penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut adanya pemahaman yang mendalam tentang objek yang dikaji. Penelitian kualitatif juga sering diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan dengan angka-angka, melainkan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris (Semi, 1993:99). Selain itu, Sugiyono (2005:10) menyatakan bahwa penelitian kualitatif dapat di jelaskan, yaitu (1) bersifat naturalistik, (2) data penelitian lebih bersifat deskriptif dan data yang terkumpul berbentuk kata-kata bukan dengan angka, (3) lebih mengarah pada proses daripada hasil, (4) analisis dapat dilakukan dengan cara induktif, (5) penelitian merupakan instrument kunci, (6) lebih menekankan pada makna.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Prosedur pemecahan masalah dilakukan dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan pada fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2001:63). Menurut Ratna (2006:53) metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis deskripsi analisis mempunyai makna menguraikan penelitian ini bukan hanya semata-mata menguraikan selain itu juga penelitian ini juga akan memberikan pemahaman dan alasan serta penjelasan. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Basrowi (2008:28) deskriptif merupakan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Data tersebut dapat berupa naskah wawancara, catatan, foto atau dokumen lainnya. Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah puisi publikasi dalam harian Serambi Indonesia 2016. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teori stilistika yang mengacu pada penyiasatan struktur.

6.2 Data dan Sumber Data
            Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah puisi-puisi yang terhimpun dalam sumber data. Sumber data penelitian ini adalah puisi harian Serambi Indonesia 2016 yang dipublikasi melalui online. Puisi yang akan dianalisis adalah puisi yang terhitung dari bulan Januari s.d. September 2016. Jumlah puisi yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak sepuluh puisi yang dipilih secara acak dari dua puluh sembilan puisi.
6.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Menurut Arikunto (2010:272) dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda dan sebagainya. Adapun langkah pengumpulan data yang peneliti lakukan yaitu sebagai berikut:
1)      membaca data secara intensif (berulang-ulang);
2)      mencatat bagian-bagian yang berkenaan dengan penyiasatan struktur;
3)      mengklasifikasi data ke dalam masing-masing penyiasatan struktur.
6.4 Teknik Analisis Data                                                                              
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sinestesia, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang otentif yang akan dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2010:335). Setelah data terkumpul, kemudian data tersebut diklasifikasikan dalam jenis data kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)      memilih puisi sebagai sampel penelitian;
2)      menganalisis bentuk-bentuk penyiasatan struktur dalam kumpulan puisi publikasi harian Serambi Indonesia 2016;
3)      mendeskripsikan  bentuk-bentuk penyiasatan struktur dalam kumpulan puisi publikasi harian Serambi Indonesia 2016;
4)      menyimpulkan bentuk-bentuk penyiasatan struktur dalam kumpulan puisi publikasi harian Serambi Indonesia 2016.










DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

----------. 2001. Paragraf. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
  Jakarta: Rineka Cipta.

Atmazaki. 2001.  Analisis Sajak. Bandung : Angkasa.

Basrowi, dkk. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Damayanti, D. 2013. Buku Pintar Sastra Indonesia”Puisi, Sajak, Syair, Pantun
dan Majas”. Yogyakarta: Araska.

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Fadhillah, Ulfia. 2015. Analisis Retorika Tekstual dalam Novel Burung Terbang
di Kelam Malam Karya Arafat Nur. Skripsi. Banda Aceh: FKIP Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas syiah kuala. 2012. Pedoman
            Penulisan Skripsi. Banda Aceh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas syiah kuala.

Insani, Yulia Laila. 2014. Penggunaan Retorika pada Khotbah Jumat di Masjid
Baiturrahman Banda Aceh. Skripsi. Banda Aceh: FKIP Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Keraf, Gorys. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
----------.2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Musfeptial. 2006. Analisis Struktur Puisi Ibnu HS. Pontianak: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa.
Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
----------.2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Permendiknas. 2009. Ejaan Bahasa Yang Disempurnakan: EYD terbaru. Yogyakarta: Pustaka Timur.
Pradopo, Racmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Purba, Antilan. 2009. Stilistika Sastra Indonesia Kaji Bahasa Karya Sastra. Medan: USU Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
----------. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Satoso, Soediro. 2012. Stilistika. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra.  Bandung: Angkasa.
Sikana, Mana. 2008. Teori Sastra Kontemporari. Singapore: Pustaka Karya.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.
Teeuw, A. 2003. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya.
Waluyo, Herman J. 2005. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Wiyanto, Asrul. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: PT. Grasindo.

proposal skripsi "Penyiasatan Struktur" Rating: 4.5 Diposkan Oleh: melati

 

Top