ANALISIS
BENTUK-BENTUK PENYIASATAN STRUKTUR
DALAM
PUISI- PUISI PUBLIKASI HARIAN SERAMBI
INDONESIA 2016
Proposal
Skripsi
diajukan sebagai bahan seminar proposal
pada Prodi PBSI FKIP Unsyiah
oleh
Mella Yunati
1306102010049
JURUSAN PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KULA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2016
ANALISIS
BENTUK-BENTUK PENYIASATAN STRUKTUR
DALAM
PUISI- PUISI PUBLIKASI HARIAN SERAMBI
INDONESIA 2016
1.
Latar Belakang Masalah
Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta. Kata sas berarti mengarahkan, mengajar, dan
memberi petunjuk. Kata tra biasanya
menunjukkan alat atau sarana. Maka sastra dapat berarti alat untuk mengajar
atau buku petunjuk (Teeuw, 2003:20). Sastra merupakan bahasa khas yang
digunakan penyair dalam karyanya untuk menyampaikan pikirannya dengan cara yang
tidak biasa (Teeuw, 2003:59).
Penggunaan bahasa khas dalam karya
sastra diakibatkan oleh beberapa hal, sebagai berikut: 1) karya sastra
mementingkan unsur keindahan, 2) karya sastra adalah curahan emosi, bukan
intelektual, 3) karya sastra menggunakan cara-cara tidak langsung dalam
menyampaikan pesan, seperti: refleksi, refraksi, proyeksi, manifestasi, dan
representasi. Penyampaian pesan secara tidak langsung tersebut dilakukan oleh
penulis untuk memperoleh nilai estetis. Suatu objek atau bentuk dikatakan indah
jika objek atau bentuk tersebut mampu menyentuh hati, membangkitkan rasa, mampu
menggetarkan dan memberikan rasa puas terhadap pembacanya sehingga mampu
membuat pembaca menikmati setiap kata yang terdapat dalam puisi tersebut. Dalam
membaca karya sastra, khususnya puisi, diperlukan konsentrasi tinggi serta
pemahaman yang baik dalam menangkap setiap makna yang tersirat maupun tersurat
melalui penyiasatan struktur dalam karya
tersebut.
Penyiasatan struktur merupakan
salah satu teknik mensiasati makna sebuah karya yang mampu memberikan kesan
kepada pembacanya dengan menekankan suatu hal yang ingin disampaikan dengan
cara yang tidak biasa. Cara tersebut akan menghasilkan stile baru. Penyiasatan
struktur berasal dari unsur retorika. Dalam perkembangannya, unsur retorika
berasal dari stilistika puisi. Stilistika puisi terbagi kedalam beberapa
bagian, yaitu: bunyi, irama, kata, kosa kata, pemilihan kata, denotasi dan
konotasi, bahasa kiasan, citraan, gaya bahasa dan unsur retorika (dalam Purba,
2009:50).
Analisis stilistika puisi berfungsi
untuk mengkaji berbagai bentuk dan tanda-tanda linguistik yang dipergunakan
seperti terlihat dalam struktur lahir. Dengan cara ini akan diperoleh
bukti-bukti konkret tentang stile sebuah karya. Metode atau teknik analisis
akan menjadi penting karena dapat memberikan informasi tentang karakteristik
khusus sebuah teks sastra. Tanda-tanda stilistika itu sendiri dapat berupa:1) fonologi,
meliputi pola ucapan, irama, efek bunyi dan irama; 2) sintaksis, meliputi pemendekan, pembalikkan, pengulangan,
dan penghilangan unsur-unsur; 3) leksikal, meliputi diksi; 4) retorika,
meliputi permajasan (bahasa figuratif), penyiasatan struktur dan pencitraan
(dalam Nurgiyantoro, 2013:374).
Puisi dalam harian Serambi Indonesia memiliki beberapa keunikan tersendiri jika
dibandingkan dengan puisi pada media cetak lainnya karena puisi yang dipublikasikan
selalu memiliki tema setiap minggunya, penulis berasal dari dalam dan luar
Aceh, serta ketajaman pena penulis dapat di update
setiap minggunya.
Berkaitan dengan uraian di atas,
peneliti tertarik mengkaji puisi-puisi publikasi harian Serambi Indonesia 2016 melalui bentuk-bentuk retorika.
Adapun bentuk-bentuk retorika meliputi pemajasan, penyiasatan struktur dan
pencitraan. Akan tetapi, peneliti hanya meneliti penyiasatan struktur karena beberapa
alasan. Pertama, penulis belum menemukan penelitian terkait penyiasatan
struktur puisi di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala (PBSI FKIP Unsyiah).
Kedua, hanya pada puisi terdapat struktur yang dapat disiasati sebagai
kekuatan dalam karya sastra sebagai hasil seleksi, manipulasi, kombinasi,
adaptasi. Ketiga, setiap penulis memiliki seni retorika tersendiri yang unik
yang menimbulkan kesan yang mendalam kepada pembaca maupun pendengar.
Penelitian
yang menganalisis tentang penyiasatan struktur dalam puisi belum pernah ada
sebelumnya. Namun, penelitian tentang retorika sebelumnya pernah diteliti oleh
Yulia Laila Insani (2014) dengan judul “Penggunaan Retorika pada Khotbah Jumat
di Masjid Baiturrahman Banda Aceh”, Ulfia Fadhillah (2015) dengan judul
“Analisis Retorika Tekstual dalam Novel Burung Terbang di Kelam Malam Karya
Arafat Nur”. Oleh sebab itu, penulis menganggap penelitian dengan judul
“Analisis Penyiasatan Struktur dalam Puisi Publikasi Harian Serambi Indonesia 2016” ini sangat layak untuk diteliti.
2.
Rumusan Masalah
Bagaimana bentuk-bentuk penyiasatan struktur dalam
puisi publikasi harian Serambi Indonesia 2016?
3.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan
rumusan masalah tersebut, yang menjadi tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan
bentuk-bentuk penyiasatan struktur dalam puisi-
puisi publikasi harian
Serambi Indonesia 2016
4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya, baik secara teoritis
maupun praktis. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut, seperti
(a) menambah pengetahuan tentang stilistika, khususnya mengenai penyiasatan struktur, (b) memperkaya penggunaan teori-teori sastra
secara teknik analisis terhadap karya sastra, (c) menambah minat baca dalam mengapresiasikan karya sastra, (d) menambah pemahaman terkait kajian
stilistika dalam memahami penyiasatan struktur, (e) memperkaya wawasan sastra dan menambah
khasanah penelitian sastra Indonesia sehingga bermanfaat bagi perkembangan
sastra Indonesia
5.
Kajian Teoretis
5.1 Stilistika
Secara harfiah, stilistika berasal
dari bahasa Inggris: stylistic, yang
berarti study mengenai style ‘gaya bahasa’. Adapun secara
istilah, menurut Abrams (dalam Satoto, 2012:36) stilistika adalah ilmu yang
meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam sastra. Secara umum,
stilistika adalah proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji unsur-unsur
bahasa sebagai medium karya sastra yang digunakan sastrawan sehingga terlihat
bagaimana perlakuan sastrawan terhadap bahasa dalam rangka menuangkan
gagasannya (subject matter). Dengan
melakukan analisis bahasa dalam karya sastra maka akan mengungkapkan aspek
kebahasaan dalam sebuah karya yang menjadikan bahasa atau gaya bahasa tersebut
sebagai senjata utama yang membedakan antara satu penulis dengan penulis
lainnya. Walaupun dalam penggunaan bahasa tersebut terdapat penyimpangan yang
menonjolkan gaya bahasa yang tidak dapat dipisahkan dari penulis. Namun, dalam
analisis tersebut yang dilakukan adalah untuk mengetahui mengapa gaya bahasa
tersebut digunakan oleh penulis (Ratna, 2009:149).
Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro,
2002:279) menyatakan bahwa ada dua kemungkinan untuk mengkaji stilistika sastra.
Pertama, penelitian stilistika dilakukan dengan menganalisis sistem linguistik
karya sastra dan dilanjutkan dengan menginterpretasi ciri-cirinya. Kedua,
penelitian stilistika dilakukan dengan mengamati variasi dan distorsi terhadap
pemakaian bahasa yang normal dan menemukan tujuan estetisnya. Kajian stilistika dipertimbangkan dalam tiga
hal: pertama, menjelaskan gaya bahasa dalam kaitannya dengan hakikat bahasa
sebagai majas. Kedua, menjelaskan gaya bahasa sebagai ilmu yang meliputi ketiga
genre, yaitu: prosa, puisi dan drama. Ketiga menjelaskan stilistika sebagai
jembatan antara puitika bahasa dan sastra.
5.2 Retorika
Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa
sebagai seni, baik lisan maupun tertulis yang didasarkan pada suatu pengetahuan
yang tersusun baik (Keraf, 2005:1). Retorika adalah ungkapan yang mempunyai
efek retoris yang dimanfaatkan oleh penyair untuk memberikan kesan lebih pada
sajaknya, memberikan penegasan atau penekanan terhadap sesuatu yang diungkapkan
dan untuk menarik perhatian pembaca atau pendengar (Atmazaki, 2001:61). Pada
hakikatnya, para penyair menggunakan kata secara berulang dengan mencari sinonimnya
atau menggunakan kata yang melebihi konsep yang ingin diungkapkan. Dalam retorika, terdapat dua aspek yang harus
diperhatikan, yaitu pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa yang
baik, dan kedua pengetahuan mengenai objek tertentu yang akan disampaikan
dengan bahasa itu.
Menurut
sejarahnya, retorika berkembang pada abad V sebelum masehi (Keraf, 2005:2).
Pada halaman yang sama Keraf juga menjelaskan bahwa retorika adalah telaah
studi tentang oratori atau seni
berpidato karena suatu informasi yang ingin disampaikan tidak dapat dipublikasi
dengan tulisan terkait tidak tersedia mesin percetakan. Dengan artian bahwa
fokus kajian retorika adalah berbicara.
Berbicara
adalah menyampaikan sesuatu hal kepada orang lain demi kepentingan tertentu,
contohnya memberi informasi. Namun seiring berjalannya waktu ditemukan mesin
cetak dan mesin uap, maka retorika sebagai seni berpidato mulai digantikan
dengan seni bahasa tertulis. Retorika sangat erat kaitannya dengan
pendayagunaan semua unsur bahasa, baik yang menyangkut masalah pilihan kata,
kata ungkapan, struktur kalimat, penyusunan dan penggunaan bahasa kias,
pemanfaatan bentuk citraan dan lain-lain yang semuanya disesuaikan dengan
situasi dan tujuan penuturan (Purba, 2009:22). Adanya unsur kekhasan,
ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan tersebut sangat
ditentukan oleh kemampuan imajinasi dan kreativitas pengarang dalam mensiasati
gagasan bahasa yang akan menentukan keefektifan wacana.
Retorika
juga merupakan suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis. Ia
diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa yaitu bagaimana pengarang
menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya (Nurgiyantoro,
2002:295). Pengungkapan bahasa dalam sastra, seperti yang telah dibicarakan
diatas mencerminkan sikap dan perasaan pengarang, namun juga memengaruhi sikap
dan perasaan pembaca yang tercermin dalam nada. Untuk itu bentuk pengungkapan
bahasa haruslah efektif, yaitu mampu mendukung gagasan secara tepat sekaligus
mengandung sifat estetis sebagai sebuah karya seni.
Retorika
bertujuan menerangkan kaidah-kaidah yang menjadi landasan dari tulisan yang
bersifat prosa atau wacana lisan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan orang
lain.
5.3
Bentuk-bentuk Retorika
Unsur retorika terbagi
dalam tiga bagian, yaitu (1) pemajasan, (2)
penyiasatan struktur, dan (3) pencitraan (Nurgiyantoro, 2013:396). Penelitian
ini hanya membahas penyiasatan struktur, tetapi ketiga bentuk unsur retorika
tersebut akan disajikan untuk memberikan gambaran tentang retorika. Berikut
akan dibahas ketiga bentuk uraian retorika tersebut.
5.3.1
Pemajasan
Pemajasan
merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayaan bahasa yang maknanya tidak
merujuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna
yang ditambahkan, makna tersirat (Purba, 2009:23). Nurgiyantoro (2013:398) juga mengatakan bahwa
pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan yang maknanya
tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan makna
yang tersirat. Keraf (dalam Purba, 2009:24) membedakan gaya bahasa berdasarkan
langsung tidaknya makna kedalam dua kelompok, yaitu gaya retoris dan kiasan.
Gaya
retoris adalah gaya bahasa yang maknanya harus diartikan menurut nilai
lahirnya. Bahasa yang dipergunakan
adalah bahasa yang mengandung unsur kelangsungan makna. Sebaliknya gaya bahasa
kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan dengan makna
kata-kata yang membentuknya. Pemilihan dan penggunaan majas bisa saja
berhubungan dengan selera, kebiasaan, kebutuhan dan kreativitas pengarang.
Bentuk-bentuk permajasan yang paling banyak digunakan adalah perbandingan.
Majas
perbandingan adalah majas yang membandingkan suatu hal dengan hal yang lain
melalui kesamaan ciri, seperti ciri sifat, sikap, keadaan, suasana, tingkah
laku, dan sebaginya (Nurgiyantoro, 2002:298). Bentuk perbandingan tersebut
dilihat dari sifat kelangsungan pembandingan persamaannya dapat dibedakan ke dalam
bentuk simile, metafora dan personifikasi (Nurgiyantoro, 2013:400). Berikut uraian bentuk tersebut.
5.3.1.1Simile
Simile
adalah perbandingan langsung dan eksplisit, dengan menggunakan penanda seperti,
seperti, bagai, bagaikan, sebagai,
laksana, mirip, dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2013:400). Maksud
perbandingan eksplisit adalah smile langsung menyatakan sesuatu dengan hal yang
lain. Berikut contoh majas smile (dalam Nurgiyantoro, 2013:400).
a)
Di
hadapan mereka Dukuh paruk kelihatan remang seperti seekor kerbau besar sedang
lelap.
b)
Langkahnya
amat lamban, mirip langkah-langkah seorang kakek pikun.
5.3.1.2
Metafora
Metafora
berasal dari kata metaphora (Yunani)
yang berari mentransfer, mengalihkan, memindahkan, membawa dari satu tempat ke
tempat yang lain. Kata Metaphora juga
dapat di telusuri akar katanya yang terdiri atas meta dan pherein. Meta berarti
di samping, sesudah, mengatasi, dan melalui, sedangkan pherein berarti
mengandung, menikul, dan memuat (dalam Ratna 2007:253). Metafora adalah gaya
bahasa perbandingan yang bersifat tidak langsung dan implisit (Nurgiyantoro,
2013:400-401). Sesuatu yang dibandingkan itu dapat berupa ciri-ciri fisik,
sifat, keadaan aktivitas, atau sesuatu yang lain yang kesemuanya harus
ditemukan untuk dapat memahami makna yang ditunjuk. Berikut contoh metafora (dalam
Keraf, 2005:139).
a)
Pemuda
itu seperti bunga bangsa.
b)
Orang
itu seperti buaya darat.
5.3.1.3
Personifikasi
Personifikasi
atau proposopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda
mati atau barang-barang tak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan
(Keraf, 2005:140). Nurgiyantoro (2002:299) juga menjelaskan bahwa personifikasi
merupakan gaya bahasa yang memberi sifat-sifat benda mati dengan sifat-sifat
yang dimiliki oleh manusia, sehingga dalam personifikasi terdapat persamaan
sifat antara benda mati dengan sifat-sifat manusia. Berikut contoh
personifikasi (dalam Keraf, 2005:140).
a)
matahari
baru saja kembali ke peraduannya, ketika kami tiba di sana.
b)
angin
yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami
5.3.2
Penyiasatan Struktur
Penyiasatan
struktur merupakan salah satu teknik untuk mendapatkan efek estetis yang mampu
memberikan kesan lain (Nurgiyantoro, 2002:301). Pembicaraan tentang struktur
sebagai bagian retorika ini lebih menunjukkan kepada struktur kalimat yang
menonjol, struktur yang merupakan suatu bentuk penyimpangan, namun sengaja
disusun sedemikian rupa untuk memperoleh efek tertentu tersebut. Berbicara
tentang struktur, sama halnya seperti pemajasan yang dipandang orang sebagai
salah satu bentuk stile.
Penyiasatan
strukturpun mampu menghasilkan stile yang lain, seperti: menekankan
pengungkapan melalui penyiasatan makna serta penyiasatan struktur. Dalam kaitan
dengan tujuan mencapai efek retoris sebuah pengungkapan, peranan penyiasatan
struktur (rhetorical figures atau figure
of speech) lebih menonjol bila dibandingkan dengan pemajasan. Namun, keduannya
masih dapat digabungkan.
Pemajasan
disampaikan melalui struktur yang bervariasi, struktur yang disiasati,
dikreasikan, atau dibuat beda sehingga lebih segar dan mengesankan (dalam Nurgiyantoro,
2013:406). Sebaliknya, bangunan struktur kalimat pun dapat dilakukan untuk
menekankan penyampaian pesan, baik yang bersifat langsung maupun kiasan. Dengan
demikian, sebuah kalimat penuturan dapat saja mengandung stile pemajasan
sekaligus penyiasatan struktur. Gaya penuturan yang demikian biasanya dapat
lebih memberikan kesan retoris sekaligus kaya dengan asosiasi makna.
Ada
sepuluh gaya bahasa yang terlahir dari penyiasatan struktur, seperti repetisi, paralelisme, anafora, polisindeton,
asindeton, antitesis, aliterasi, klimaks, antiklimaks, dan pertanyataan retoris
(Nurgiyantoro, 2013:406). Berikut ini uraian kesepuluh bentuk tersebut.
5.3.2.1 Repetisi
Repetisi
adalah gaya bahasa pengulangan. Unsur yang diulang dapat berbentuk kata, frasa
atau kalimat, baris atau bait (Atmazaki, 2001:61). Berikut contoh repetisi
(dalam Atmazaki, 2001:61).
HAMPA
Kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku
pohonan. Tak bergerak
Sampai ke
puncak. Sepi memangut,
Tak kuasa melepas
renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat
mencekung punda
Sampai binasa
segala. Belum apa-apa
Udara bertuba.
Setan bertempik
Ini sepi terus
ada. Dan menanti.
(Anwar, 1986:24)
5.3.2.2
Paralelisme
Paralelisme
adalah ungkapan yang berulang secara sejajar (Atmazaki, 2001:68). Berikut
contoh paralelisme (dalam Atmazaki, 2001:68).
HILANG (KETEMU)
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
…………………………
(Bachri,
1981:42)
5.3.2.3
Anafora
Anafora
adalah perulangan kata pertama pada setiap baris (Damayanti, 2013:46). Berikut
contoh anafora (dalam Damayanti, 2013:46).
Kucari
kau
dalam toko-toko
Kucari
kau
karena cemas karena sayang
Kucari
kau
karena sayang karena bimban
5.3.2.4 Polisindeton
Polisendeton
adalah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau sebuah konstruksi yang
mengandung kata-kata sejajar dan dihubungkan dengan kata-kata penghubung
(Damayanti, 2013:60). Berikut contoh polisindeton (dalam Damayanti, 2013:60).
Apakah akan kita
jumpai wajah-wajah bengis
atau tulang
belulang, atau sia-sia saja jasad mereka disini?
(Dukamu Abadi,
Sapardi Djoko Damono)
5.3.2.5
Asindeton
Asindeton
adalah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau suatu konstruksi yang
mengandung kata-kata yang sejajar, tetapi tidak dihubungkan degan kata-kata
penghubung (Damayanti, 2013:59). Berikut contoh polisindeton (dalam Damayanti,
2013:59).
Sekarang harus
masih setia
Mendengar suara,
apa pun juga,
Sampai tuli;
masih harus memandang
Beribu warna, sampai buta; masih harus
Menjumlah serta
mengurangi sederet panjang angka-angka
(Dukamu Abadi,
Sapardi Djoko Darmono)
5.3.2.6
Antitesis
Antitesis adalah
kata yang mengandung ciri semantik pada pengungkapan gagasan yang bertentangan
dalam susunan yang sejajar (dalam Tarigan, 1985:128). Berikut contoh antitesis
(dalam Tarigan, 1985:128).
Justru kecantikan
gadis itulah yang membuatnya sengsara,
bukan
senang.
5.3.2.7
Aliterasi
Aliterasi
adalah gaya bahasa perulangan konsonan yang sama (Keraf, 2005:130). Berikut
contoh aliterasi (dalam Keraf, 2005:130).
Takut titik lalu
tumpah
Keras-keras
kerak kena air lembut juga
5.3.2.8
Klimaks
Klimaks
adalah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengadung
penekanan atau makin meningkat kepentingannya dari gagasan atau ungkapan
sebelumnya (Damayanti, 2013:50). Berikut contoh klimaks (dalam Damayanti,
2013:50).
Sekarang masih
harus setia
Mendengar suara,
apapun juga,
Sampai tuli;
masih harus memandang
Beribu warna,
sampai buta; masih harus
Menjumlah serta
mengurangi sederet panjang angka-angka
(Dukamu Abadi,
Sapardi Djoko Darmono)
5.3.2.9 Antiklimaks
Antiklimaks
adalah suatu pernyataan yang berisi gagasan-gagasan yang disusun dengan urutan
dari yang penting hingga yang kurang penting (Damayanti, 2013:47). Berikut
contoh antiklimaks (dalam Damayanti, 2013:47).
Bahasa Indonesia diajarkan kepada
mahasiswa, siswa, SLTA, SLTP, dan SD.
5.3.2.10
Pertanyataan Retoris
Pertanyaan
retoris adalah pertanyaan yang tak perlu dijawab atau tidak meminta
jawaban secara
langsung karena semua orang sudah tau jawabannya, atau
pertanyaan yang
dijawab oleh penanya sendiri (Atmazaki, 2001:64). Berikut contoh pertanyaan
retoris (dalam Atmazaki, 2001:64).
……….
Inilah sajakku
Pamplet masa
darurat
Apakah artinya
renda-renda kesenian
bila terpisah
dari derita lingkungan
Apakah artinya
berfikir
bila terpisah
dari masalah kehidupan
Kepadamu aku
bertanya.
(Rendra dalam
Teew, 1983:118)
5.3.3
Pencitraan
Pencitraan
merupakan kumpulan citra (gambaran pengalaman indra) dipergunakan untuk
mengkonkretkan penggunaan gagasan yang sebenarnya abstrak melalui ungkapan yang
mudah membangkitkan imajinasi (Purba, 2009:29). Pencitraan dibagi menjadi lima,
yaitu: citraan penglihatan (visual), pendengaran (auditoris), gerakan (kinestetik),
rabaan (taktil terminal), dan penciuman (plfaktori). Analisis pencitraan dapat
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mirip dengan pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan pada gaya permajasan.
6. Metode Penelitian
6.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif. Semi (1993:23) mengatakan penelitian sastra sebagai penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif menurut adanya pemahaman yang mendalam
tentang objek yang dikaji. Penelitian kualitatif juga sering diartikan sebagai
penelitian yang tidak mengadakan perhitungan dengan angka-angka, melainkan
kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara
empiris (Semi, 1993:99). Selain itu, Sugiyono (2005:10) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif dapat di jelaskan, yaitu (1) bersifat naturalistik, (2)
data penelitian lebih bersifat deskriptif dan data yang terkumpul berbentuk
kata-kata bukan dengan angka, (3) lebih mengarah pada proses daripada hasil,
(4) analisis dapat dilakukan dengan cara induktif, (5) penelitian merupakan
instrument kunci, (6) lebih menekankan pada makna.
Jenis penelitian
ini adalah penelitian deskriptif. Prosedur pemecahan masalah dilakukan dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan pada fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi,
2001:63). Menurut Ratna (2006:53) metode deskriptif analisis dilakukan dengan
cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara
etimologis deskripsi analisis mempunyai makna menguraikan penelitian ini bukan hanya
semata-mata menguraikan selain itu juga penelitian ini juga akan memberikan
pemahaman dan alasan serta penjelasan. Hal tersebut senada dengan yang
diungkapkan Basrowi (2008:28) deskriptif merupakan data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Data tersebut dapat berupa naskah
wawancara, catatan, foto atau dokumen lainnya. Dalam penelitian ini, yang
menjadi objek penelitian adalah puisi publikasi dalam harian Serambi Indonesia 2016. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan teori stilistika yang mengacu pada penyiasatan
struktur.
6.2
Data dan Sumber Data
Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah puisi-puisi yang terhimpun dalam
sumber data. Sumber data penelitian ini adalah puisi harian Serambi Indonesia 2016 yang dipublikasi melalui
online. Puisi yang akan dianalisis
adalah puisi yang terhitung dari bulan Januari s.d. September 2016. Jumlah
puisi yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak sepuluh puisi yang dipilih
secara acak dari dua puluh sembilan puisi.
6.3
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan
metode dokumentasi. Menurut Arikunto (2010:272) dokumentasi adalah mencari data
mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda dan sebagainya. Adapun langkah
pengumpulan data yang peneliti lakukan yaitu sebagai berikut:
1) membaca
data secara intensif (berulang-ulang);
2) mencatat
bagian-bagian yang berkenaan dengan penyiasatan struktur;
3) mengklasifikasi
data ke dalam masing-masing penyiasatan struktur.
6.4
Teknik Analisis Data
Analisis data
adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sinestesia, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang otentif yang
akan dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2010:335). Setelah data terkumpul,
kemudian data tersebut diklasifikasikan dalam jenis data kemudian dianalisis
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) memilih
puisi sebagai sampel penelitian;
2) menganalisis
bentuk-bentuk penyiasatan struktur dalam kumpulan puisi publikasi harian Serambi Indonesia 2016;
3) mendeskripsikan
bentuk-bentuk penyiasatan struktur dalam
kumpulan puisi publikasi harian Serambi
Indonesia 2016;
4) menyimpulkan
bentuk-bentuk penyiasatan struktur dalam kumpulan puisi publikasi harian Serambi Indonesia 2016.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi, Hasan.
dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
----------.
2001. Paragraf. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian:
Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka
Cipta.
Atmazaki. 2001. Analisis Sajak. Bandung : Angkasa.
Basrowi, dkk. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Damayanti, D.
2013. Buku Pintar Sastra Indonesia”Puisi,
Sajak, Syair, Pantun
dan Majas”. Yogyakarta: Araska.
Depdiknas. 2007.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Fadhillah,
Ulfia. 2015. Analisis Retorika Tekstual dalam
Novel Burung Terbang
di Kelam Malam
Karya Arafat Nur. Skripsi. Banda Aceh: FKIP Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas syiah kuala. 2012. Pedoman
Penulisan Skripsi. Banda Aceh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas
syiah kuala.
Insani, Yulia
Laila. 2014. Penggunaan Retorika pada
Khotbah Jumat di Masjid
Baiturrahman
Banda Aceh. Skripsi. Banda
Aceh: FKIP Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Keraf, Gorys. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
----------.2010. Diksi
dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Musfeptial. 2006. Analisis Struktur Puisi Ibnu HS. Pontianak:
Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa.
Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
----------.2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Permendiknas. 2009. Ejaan Bahasa Yang Disempurnakan: EYD
terbaru. Yogyakarta: Pustaka
Timur.
Pradopo, Racmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University.
Purba, Antilan. 2009. Stilistika
Sastra Indonesia Kaji Bahasa Karya Sastra. Medan: USU Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
----------. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra,
dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Satoso, Soediro.
2012. Stilistika. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Semi, Atar.
1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Sikana, Mana.
2008. Teori Sastra Kontemporari.
Singapore: Pustaka Karya.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Tarigan, Henry
Guntur. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung:
Angkasa.
Teeuw, A. 2003. Sastera
dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya.
Waluyo, Herman J. 2005. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Wiyanto, Asrul. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: PT. Grasindo.